Nasional Politik Popular News Tokoh World
Beranda / World / Aliansi Pemuda dan Mahasiswa DIY : Demokrasi akan Pincang jika Suara Perempuan Hilang di Panggung Parlemen

Aliansi Pemuda dan Mahasiswa DIY : Demokrasi akan Pincang jika Suara Perempuan Hilang di Panggung Parlemen

Yogyakarta – Aliansi Pemuda dan Mahasiswa DIY menyampaikan sikap tegas terkait pengunduran diri Rahayu Saraswati dari kursi DPR RI. Melalui Sekretaris Jenderalnya, Dea Riski Khiarotunnisa, aliansi menilai langkah tersebut bukan hanya kehilangan bagi partai atau pribadi, tetapi juga kehilangan besar bagi perjuangan politik perempuan dan generasi muda di Indonesia. Kamis (18/9).

“Rahayu Saraswati adalah sosok perempuan muda yang memberi warna berbeda di parlemen. Kehadirannya mewakili suara yang selama ini sering dipinggirkan yakni suara perempuan, suara anak, suara kelompok rentan, dan suara generasi muda yang butuh ruang dalam kebijakan publik. Mundurnya beliau bukan sekadar peristiwa politik, melainkan kemunduran dalam upaya memperkuat representasi perempuan di lembaga legislatif,” ujar Dea.

Aliansi menegaskan, politik Indonesia masih menghadapi masalah serius seperti keterwakilan perempuan yang minim dan seringkali tidak didorong secara serius oleh partai politik. Kehadiran figur seperti Rahayu Saraswati telah menjadi simbol bahwa perempuan mampu berdiri sejajar, berbicara lantang, dan memperjuangkan kepentingan publik di tengah dominasi politik maskulin.

“Kita semua sadar betul, perempuan masih menghadapi hambatan struktural dalam politik. Budaya patriarki, bias gender, hingga stigma bahwa politik bukan ranah perempuan masih sering muncul. Dalam kondisi seperti ini, justru sangat disayangkan jika sosok perempuan progresif yang sudah berhasil menembus dinding tersebut memilih mundur. Itu artinya kita kehilangan salah satu teladan dan daya dorong untuk perempuan lainnya,” tegasnya.

Dea menambahkan, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa DIY mendukung aspirasi publik yang mendesak agar Rahayu Saraswati tidak mundur dari DPR RI. Menurutnya, seorang legislator, terlebih yang membawa suara perempuan dan anak, memiliki amanah moral yang besar untuk diselesaikan.

Heboh Dokumen MBG, Warganet Pertanyakan Klausul “Pembungkaman” Insiden Keracunan

“Kesalahan tidak seharusnya diakhiri dengan pengunduran diri, tetapi dijadikan ruang refleksi dan pembelajaran. Politik adalah panggung pengabdian, bukan panggung untuk berhenti di tengah jalan. Rakyat, khususnya perempuan, masih membutuhkan representasi yang berani, bersuara, dan konsisten memperjuangkan hak-hak mereka,” jelas Dea.

Aliansi Pemuda dan Mahasiswa DIY juga mendesak Partai Gerindra serta DPR RI untuk mendengar aspirasi rakyat yang nyata. Publik telah menyuarakan penolakannya terhadap pengunduran diri ini, karena mereka menilai Rahayu Saraswati masih dibutuhkan dalam memperjuangkan isu-isu perempuan dan kelompok marjinal di parlemen.

“Suara rakyat adalah roh demokrasi. Mengabaikan aspirasi itu sama dengan meredupkan makna demokrasi. Kami berharap partai politik tidak hanya memikirkan kepentingan internal, tetapi juga mendengar suara masyarakat luas yang ingin perempuan tetap mendapat tempat dalam pengambilan keputusan,” tandasnya.

Dea menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa perjuangan perempuan di panggung politik adalah perjuangan bangsa secara keseluruhan. Kehadiran perempuan di parlemen bukan sekadar angka dalam statistik keterwakilan, tetapi nyata dalam substansi perjuangan: menghadirkan kebijakan yang adil, inklusif, dan berpihak pada rakyat.

“Kami percaya, perempuan yang berani harus tetap ada di parlemen. Mundurnya Rahayu Saraswati adalah kehilangan besar, dan kami menolak hal itu terjadi. Demokrasi Indonesia akan pincang tanpa suara perempuan,” tutup Dea.

Mensesneg: Tim Reformasi Kepolisian Akan Diisi Tokoh Kredibel, Mahfud MD Salah Satunya

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement